TOKO SEBAGAI DISTRIBUTION CHANNEL

Toko sangat penting sebagai bagian dari pemasaran. Ini terlihat dari peran sertanya dalam menyerap sejumlah produk yang berasal dari berbagai perusahaan. Terutama untuk kategori produk-produk konsumsi yang penyalurannya menggunakan lembaga perantara sebelum produk itu sampai ke konsumen pemakai. Lembaga perantara itu antara lain adalah toko. Sayangnya selama ini perusahaan kurang memperhatikan toko sebagai bagian mata rantai saluran distribusinya. Perusahaan lebih mementingkan kerjasamanya dengan perusahaan distributor sebagai bagian penyalur “besar” yang menangani distribusi produk sampai konsumen. Begitu pula dalam pencapaian omzet penjualan, perusahaan jarang memberikan pelajaran atau mengedukasi toko sebagai bagian yang selama ini aktif menjual produk-produknya. Perusahaan lebih sibuk dengan menyusun sales force yang besar dan lebih senang menghambur-hamburkan dana yang nilainya sampai milyaran rupiah hanya untuk  kegiatan beriklan.

Pada akhirnya pemilik toko merespon dengan cara “cenderung” menjual produk-produk yang laku saja dibanding harus menjual produk yang kurang laku. Pemilik toko lebih  interes menanggapi salesman perusahaan yang menjual produk dengan cara konsinyasi dari pada membelinya dengan cara tunai. Pemilik toko juga lebih suka bereaksi pada program-program yang diadakan perusahaan, seperti  disply contest berhadiah, diskon potongan yang besar dan pemberian hadiah untuk pembelian sejumlah barang tertentu. Namun semuanya tidak akan memberikan pelajaran  berarti pada pemilik toko untuk mengelola tokonya lebih baik.

Kenyataan yang ada, toko-toko yang semula adalah harapan bagi perusahaan sebagai outlet untuk penyebaran produknya, berguguran satu-satu karena tidak dikelola dengan baik oleh pemiliknya. Tugas dan tanggung jawab yang berat agar omzet perusahaan tetap stabil adalah mengedukasi pemilik toko, dengan cara memberi pengetahuan pada salesman mengenai “Tata cara mengelola toko yang baik” yang terdiri dari antara lain adalah: tepat bila berjanji, memiliki pelayanan yang baik, mencari barang murah, pandai memanfaatkan sumber dana, tidak lupa dengan pembukuan, menyimpan arsip tagihan, menyimpan alamat dan nomer telpon perusahaan, menyimpan daftar harga, memperhatikan barang yang dikembalikan dan mengarsipkan, memanfaatkan buku cek dan bilyet giro, menyediakan uang tunai dan membina hubungan dengan perusahaan.Inilah sebuah kombinasi menjual produk dan pembinaan kepada toko yang jarang dilakukan oleh salesman-salesman perusahaan manapun.

Seperti yang saya kutip dari The Strategic Marketing Plus 2000 Conceptual Frame work-nya Hermawan Kartajaya, bahwa:  “Pada gilirannya pelanggan yang puas akan meneruskan hubungan dengan karyawan (Salesman-pen) yang memuaskannya, sekaligus memberikan laba jangka panjang kepada pemilik perusahaan. Sebab pelanggan yang puas akan melakukan pembelian ulang dan memberikan rekomendasi pada orang lain untuk membeli dari perusahaan bersangkutan.” Ini berarti di dalam persaingan yang sudah tidak terlihat lagi perusahaan harus menjaga kepuasan seorang pelanggan secara terus-menerus, yang pada akhirnya seorang pelanggan bukan saja sebagai “obyek” tetapi akan menjadi partner dalam suatu usaha. Inilah konsep mendatang untuk perusahaan-perusahaan yang telah mengutamakan partnersip dalam usahanya.

Selain itu menurut Philip Kotler yang saya kutip secara bebas bahwa  lembaga perantara, di dalam hal ini toko, merupakan bagian mata rantai yang tidak mungkin dipisahkan dalam rangkaian sebuah saluran distribusi, terutama untuk produk konsumsi atau produk untuk kebutuhan sehari-hari. Sehingga memberdayakan toko agar menjadi  lestari sebagai outlet kegiatan pemasaran suatu perusahaan, secara tidak langsung harus dipikirkan. Inilah terobosan baru yang harus menjadi pertimbangan, mengingat kini toko yang telah berkembang pesat dan dikelola dengan baik tidak saja berperan sebagai toko yang melayani konsumen langsung, tetapi telah ikut mendistribusikan produk-produk yang berasal dari suatu perusahaan. Misalnya, Alfa Retailindo selain melayani konsumen secara langsung juga melayani pelanggan (Toko) lain yang berada diluar lingkungan usahanya. Indomaret  membuka cabang dengan jumlah puluhan toko Mini market di tiap kota secara agresif yang tersebar di seluruh penjuru kota-kota di tanah air. Hal itu dilakukan tak lain adalah untuk menjual produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang termasuk dalam groupnya. Indo grosir, Makro, Matahari dan Hero adalah perwujudan pengelolaan toko yang telah dikembangkan untuk melayani konsumen lebih serius.

Tidak itu saja, sampai-sampai Hari Darmawan, Founding Father & Honorary Chairman Matahari Group mendirikan sekolah bagi pengembangan toko bernama Retail Business Institute berkerja sama dengan Australian Institute of Management, Babson College( AS) dan IGDS(Swiss), sebagai wujud untuk memberdayakan toko sebagai bagian mata rantai saluran distribusi produk-produk perusahaan. Hari Darmawan sendiri menurut pernyataannya sangat khawatir dengan pelanjut bisnisnya dan sampai hari ini mungkin sudah sekitar 200 lembar sertifikat dikeluarkan untuk pebisnis (pemilik toko) yang telah mengikuti pelatihan. Alamat lengkap sekolahnya dapat dihubungi di RBI, Jl. Pondok Pinang Centre Blok C-38 Lt.1, Jl. Ciputat Raya, Jakarta selatan 12310.

Selain toko menjadi tanggung jawab perusahaan dalam memberikan arahan bagaimana mengelolanya dengan baik, pemilik toko itu sendiri adalah “kunci penting” dalam mensukseskan toko yang dikelolanya. Dengan tidak bermaksud merendahkan bahwa toko adalah usaha yang berada di bawah tingkat perusahaan pemasoknya,  toko yang solid yang tersebar dimana-mana menjadi kekuatan penting dalam menjalankan distribusi sebuah produk. Oleh sebab itu kalau bisa saya rumuskan, pertama, upaya memberdayakan toko agar  si owner memiliki pengetahuan mengenai tata cara mengelola toko yang baik adalah tanggung jawab perusahaan, dan dalam hal ini yang melaksanakan adalah salesman yang bersentuhan langsung dengan pelanggannya, serta pemilik toko itu sendiri “menjadi kunci” dalam usahanya untuk melestarikan toko sebagai sumber nafkah bagi keluarga.

Ke dua, pemilik toko yang telah berkembang baik selayaknya melakukan pemasaran yang agresif untuk mendapatkan omzet yang maksimal sehingga dipenuhinya target pribadi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Caranya bisa menggunakan  apa yang telah dilakukan oleh pendahulunya yaitu toko-toko modern seperti: Alfa retailindo, Indomaret, Indogrosir  atau Makro.

Ke tiga, bila disangkutpautkan sulitnya membangun ekonomi kerakyatan maka kini saatnya memberdayakan toko sebagai cikal bakal usaha yang kelak besar menjadi sebuah usaha supplier. Hal ini sudah banyak dilakukan oleh kebanyakan etnis Tionghoa mengembangkan tokonya ke arah home industri, atau industri-industri export. Kini juga telah menjadi trend setter membuka factory outlet sebagai perwujudan melayani konsumen secara langsung dengan harga yang paling murah.

Ke empat, memberdayakan toko itu memiliki tujuan antara lain: sebagai sarana perusahaan mendistribusikan produk-produknya,  mengajak toko untuk berintraksi secara teratur dengan perusahaan dan menjaga produk dari kerusakan dan bekerja sama untuk memasarkan produk lebih intensif.

Pada akhirnya toko menjadi sangat penting bagi kegiatan perusahaan selain kegiatan-kegiatan lain seperti beriklan, menetapkan harga, menentukan saluran distribusi yang tepat (memilih agen tunggal atau toko retailer- pen), dan merancang produk yang dihasilkan sedemikian rupa sesuai selera konsumen. Dengan demikian tidak dapat dihindari lagi bahwa hubungan antara toko dan perusahaan yang harmonis akan menjadi senjata pamungkas dalam tujuan pemasaran suatu produk, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka pajang, semua itu akan terus berlanjut!@@